Rocky Gerung: Senyum Polisi Adalah Marka Peradaban di Jalan Raya

Admin
5 Jul 2025 13:35
3 menit membaca

JAKARTA, Bumiayupost.com – Senyum polisi di jalan raya bukan hanya soal keramahan, tetapi menjadi simbol hadirnya negara dengan pendekatan yang lebih manusiawi dan beretika. Hal ini disampaikan dalam diskusi antara Kakorlantas Polri Irjen Pol Agus Suryonugroho dan filsuf Rocky Gerung di Jakarta, Jumat (4/7/2025).

Dalam pertemuan yang berlangsung di Gedung Korlantas Polri, Jalan MT Haryono, Jakarta Selatan, Kakorlantas menyampaikan bahwa polisi lalu lintas harus menjadi sosok pelindung dan pengayom masyarakat di ruang publik, bukan sekadar penegak aturan. Menurutnya, senyum petugas merupakan bentuk komunikasi yang membangun rasa aman dan kedekatan.

“Senyum itu bukan basa-basi. Itu penanda bahwa polisi hadir untuk melayani dengan hati,” kata Irjen Agus Suryonugroho.

Ia menekankan bahwa pendekatan yang humanis menjadi bagian dari visi Presisi Polri. Polisi di jalan raya adalah wajah pertama yang dilihat masyarakat, dan dari sanalah kepercayaan publik dibangun.

“Kami ingin setiap petugas membawa pesan ketertiban lewat sikap ramah dan bersahabat, bukan intimidatif,” ujarnya.

Tagline “Senyum Polisi adalah Marka Utama Lalu Lintas” menurutnya bukan slogan semata, tetapi bagian dari reformasi pelayanan publik yang mengutamakan nilai empati, kesantunan, dan kesadaran sosial.

Rocky Gerung mengapresiasi gagasan tersebut. Ia memandang bahwa lalu lintas adalah potret nyata kehidupan sosial. Menurutnya, jalan raya adalah ruang di mana etika, ego, dan empati bertemu secara langsung setiap hari.

“Kalau kita ingin tahu seberapa beradab sebuah bangsa, lihat saja perilakunya di jalan raya,” kata Rocky.

Ia menilai banyak persoalan lalu lintas bukan hanya soal regulasi, tapi cerminan dari minimnya kesadaran kolektif dan dominasi ego personal. Rocky menyebut adanya budaya amuck, atau perilaku spontan yang tidak terkendali, sebagai salah satu penyebab kekacauan di jalan.

“Budaya amuck ini membuat pengendara mudah marah, tidak sabaran, dan sulit menghormati orang lain. Lalu lintas jadi medan konflik,” jelasnya.

Rocky juga mengkritisi pandangan masyarakat terhadap kendaraan. Ia menyebut bahwa mobil atau motor sering kali diperlakukan sebagai simbol status, bukan alat transportasi semata.

“Di jalan raya, mobil bukan lagi benda mati. Ia jadi representasi ego. Ketika dua ego bertemu, benturan jadi tak terhindarkan,” ujarnya.

Menurutnya, membangun budaya lalu lintas tidak cukup dengan rambu dan tilang. Negara perlu menanamkan nilai-nilai hidup bersama sejak dini, agar ruang publik seperti jalan raya bisa dikelola dengan kesadaran dan saling menghargai.

“Senyum polisi bisa jadi pemantik kesadaran bahwa ruang jalan adalah milik bersama, bukan tempat adu kuasa,” katanya.

Diskusi ini ditutup dengan harapan agar seluruh anggota Polantas mengedepankan pendekatan yang bersahabat dalam bertugas, karena perubahan besar sering kali dimulai dari tindakan sederhana. Dan di jalan raya, senyum bisa menjadi titik awal membangun peradaban yang lebih tertib dan saling menghormati.(*)

Tidak ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

x
x